PatiToday.com-Anggota Komisi IV DPR Firman Soebagyo merasa terganggu dengan impor kedelai yang selama ini berlangsung. Karenanya, dia meminta Pemerintah menghentikan impor itu jika benar-benar serius menargetkan swasembada kedelai pada 2018.
Kata Firman, selama ini para petani tidak bergairah dalam menanam kedelai. Pasalnya, setiap kali panen, mereka dihantam dengan impor. Alhasil, harga kadelai petani anjlok. Selama impor ini berlangsung, dia sangsi swasembada kedelai atau tercapai. “Karena itu, berani enggak Pemerintah kurangi impor dan menetapkan harga yang lebih baik daripada kedelai impor. Kemudian, berani enggak Pemerintah beresin mafia di komoditas kedelai ini. Sebab, seringkali ketika petani kita berproduksi, mereka berulah. Mafia impor pasti bermain di situ,” ucap politisi senior Golkar ini, Jumat (7/10). Kata dia, praktik dumping price ini sudah menjadi rahasia umum untuk mematikan petani kedelai. Praktik ini dilakukan dengan menekan harga kedelai serendah-rendahnya sehingga membuat kedelai petani anjlok. Firman sendiri pernah menjadi korban permainan kartel kedelai ini.
“Saya dulu pernah jadi korban. Kerja sama dengan Asosiasi Tahu-Tempe, tapi begitu panen, kedelai kita dihajar dengan kedelai impor. Jadi, ditekan dengan harga serendah-rendahnya sehingga kedelai petani kita tidak mampu bersaing,” kata Firman. Kondini ini, menurut Firman, terjadi karena kedelai impor memang jauh lebih murah dibanding kedelai lokal. Dari segi kualitas, sebenarnya, kedelai lokal jauh lebih unggul. Tapi, dengan perbedaan harga yang cukup tinggi, tetap saja konsumen memilih memakai kedelai impor. Tingginya harga kedelai lokal, kata Firman, karena banyak regulasi yang tidak berpihak pada petani. Makanya, dia meminta Pemerintah membenahi hal itu. Terlebih, Pemerintah menargetkan swasembada kedelai di tahun depan.
“Regulasi harus betul-betul mendukung keberadaan produksi dalam negeri. Sebelum produksi, kita harus siapkan lahannya, pemetaannya seperti apa, wilayah yang dipakai untuk basis kedelai itu wilayah mana saja, dan lainnya. Itu dipetakan dengan tingkat kebutuhan nasional, sehingga ketika panen memudahkan distribusi dan memotong mata rantai yang panjang,” jelasnya. Yang tidak kalah pentingnya, sambung dia, impor yang masuk harus disesuaikan dengan produksi nasional. Dengan demikian, ada jaminan bahwa kedelai dalam negeri diproteksi.
“Jadi kebutuhan nasional berapa, produksi petani kita berapa. Jangan kemudian belum apa-apa sudah buru-buru impor. Sebab, impor ini akan menyebabkan produksi kedelai nasional tidak akan terserap. Akibatnya, petani kita malas tanam kedelai,” tandasnya. (Aris)
Kata Firman, selama ini para petani tidak bergairah dalam menanam kedelai. Pasalnya, setiap kali panen, mereka dihantam dengan impor. Alhasil, harga kadelai petani anjlok. Selama impor ini berlangsung, dia sangsi swasembada kedelai atau tercapai. “Karena itu, berani enggak Pemerintah kurangi impor dan menetapkan harga yang lebih baik daripada kedelai impor. Kemudian, berani enggak Pemerintah beresin mafia di komoditas kedelai ini. Sebab, seringkali ketika petani kita berproduksi, mereka berulah. Mafia impor pasti bermain di situ,” ucap politisi senior Golkar ini, Jumat (7/10). Kata dia, praktik dumping price ini sudah menjadi rahasia umum untuk mematikan petani kedelai. Praktik ini dilakukan dengan menekan harga kedelai serendah-rendahnya sehingga membuat kedelai petani anjlok. Firman sendiri pernah menjadi korban permainan kartel kedelai ini.
“Saya dulu pernah jadi korban. Kerja sama dengan Asosiasi Tahu-Tempe, tapi begitu panen, kedelai kita dihajar dengan kedelai impor. Jadi, ditekan dengan harga serendah-rendahnya sehingga kedelai petani kita tidak mampu bersaing,” kata Firman. Kondini ini, menurut Firman, terjadi karena kedelai impor memang jauh lebih murah dibanding kedelai lokal. Dari segi kualitas, sebenarnya, kedelai lokal jauh lebih unggul. Tapi, dengan perbedaan harga yang cukup tinggi, tetap saja konsumen memilih memakai kedelai impor. Tingginya harga kedelai lokal, kata Firman, karena banyak regulasi yang tidak berpihak pada petani. Makanya, dia meminta Pemerintah membenahi hal itu. Terlebih, Pemerintah menargetkan swasembada kedelai di tahun depan.
“Regulasi harus betul-betul mendukung keberadaan produksi dalam negeri. Sebelum produksi, kita harus siapkan lahannya, pemetaannya seperti apa, wilayah yang dipakai untuk basis kedelai itu wilayah mana saja, dan lainnya. Itu dipetakan dengan tingkat kebutuhan nasional, sehingga ketika panen memudahkan distribusi dan memotong mata rantai yang panjang,” jelasnya. Yang tidak kalah pentingnya, sambung dia, impor yang masuk harus disesuaikan dengan produksi nasional. Dengan demikian, ada jaminan bahwa kedelai dalam negeri diproteksi.
“Jadi kebutuhan nasional berapa, produksi petani kita berapa. Jangan kemudian belum apa-apa sudah buru-buru impor. Sebab, impor ini akan menyebabkan produksi kedelai nasional tidak akan terserap. Akibatnya, petani kita malas tanam kedelai,” tandasnya. (Aris)